Hai.
Izinkan aku untuk membawa namamu dalam ceritaku.
Izinkan tinta ini merangkai rasaku tentangmu.
Kamu yang sederhana yang mampu membuatku terpana, yang selalu hadir meskipun tidak rutin dan yang kucinta tanpa banyak tanya.
Aku ingin bercerita sedikit tentangmu.
Kamu, entah kenapa aku bisa merasakan rasa ini. Rasa yang seharusnya tak kumiliki. Rasa yang seharusnya kutahan.
Rasa yang sama sekali tak dimiliki olehmu.
Kenapa aku saja yang merasakannya? Kenapa hanya aku saja yg tersiksa karenanya?
Kenapa selalu aku?
Tidak bisakah kau merasakannya?
Apa yang harus kulakukan agar kau juga merasakannya?
Dulu setahun yang lalu, kita pertama kali berkomunikasi setelah sekian lama tanpa kabar.
Kamu datang memberi harapan, mengucapkan selamat tidur. Tak pernah absen! Hingga aku mulai terlarut dan terbiasa.
Namun, dengan jahatnya kamu menghilang.
Ya setelah menaburkan benih cinta, kamu pergi tanpa bersalah.
Dengan perlahan kamu pergi, tak lagi kudengar ucapan selamat tidur, hampa. Semuanya sirna! Aku ingin memakimu, ingin menghajarmu.
Setelah sekian lama aku bertanya, kenapa gapernah ngucapin selamat tidur lagi? Dengan enteng kamu mengatakan tidak ingin memberikan harapan untukku.
Hai kamu? Semenjak hadir dulu kamu sudah memberikan harapan. Setelah aku menaruh harap kenapa kamu menghilang? Kenapa kamu jahat sekali? Kenapa kamu tega? Jika tak menyukaiku kenapa memberi harap?
Kalau akhirnya pergi, buat apa menaruh rasa? Buat apa kembali? Kalau akhirnya pergi lagi?
Kini kamu hadir kembali. Iya kamu hadir setelah pergi. Kamu hadir melalui komentar statusku.
Merespon apa yang selalu kubuat, aku merasakan kembali rasa itu. Namun kamu sudah memberi peringatan. Jangan menaruh harap, itu katamu.
Aku bisa apa? Rasa ini sudah tertanam, tidak bisa kuhapuskan.
Aku merasa dipermainkan olehmu. Dan bodohnya aku menikmati permainan ini.
Sekarang, kamu sibuk skripsi. Sebisa mungkin aku memberikan semangat. Semoga Allah memberikan yang terbaik untukmu dan mempermudahkan langkahmu.
Cukup aku saja yang mengetahui rasaku terhadapmu. Tidak ada boleh yang tahu sebelum kamu mempunyai rasa yang sama kepadaku.
Biar ini kusimpan rapat. Bila tiba saatnya, kamu juga akan tahu, betapa besarnya rasa ini.
Aku akan selalu mencintaimu, tak perduli penghalang itu.
Izinkan aku untuk membawa namamu dalam ceritaku.
Izinkan tinta ini merangkai rasaku tentangmu.
Kamu yang sederhana yang mampu membuatku terpana, yang selalu hadir meskipun tidak rutin dan yang kucinta tanpa banyak tanya.
Aku ingin bercerita sedikit tentangmu.
Kamu, entah kenapa aku bisa merasakan rasa ini. Rasa yang seharusnya tak kumiliki. Rasa yang seharusnya kutahan.
Rasa yang sama sekali tak dimiliki olehmu.
Kenapa aku saja yang merasakannya? Kenapa hanya aku saja yg tersiksa karenanya?
Kenapa selalu aku?
Tidak bisakah kau merasakannya?
Apa yang harus kulakukan agar kau juga merasakannya?
Dulu setahun yang lalu, kita pertama kali berkomunikasi setelah sekian lama tanpa kabar.
Kamu datang memberi harapan, mengucapkan selamat tidur. Tak pernah absen! Hingga aku mulai terlarut dan terbiasa.
Namun, dengan jahatnya kamu menghilang.
Ya setelah menaburkan benih cinta, kamu pergi tanpa bersalah.
Dengan perlahan kamu pergi, tak lagi kudengar ucapan selamat tidur, hampa. Semuanya sirna! Aku ingin memakimu, ingin menghajarmu.
Setelah sekian lama aku bertanya, kenapa gapernah ngucapin selamat tidur lagi? Dengan enteng kamu mengatakan tidak ingin memberikan harapan untukku.
Hai kamu? Semenjak hadir dulu kamu sudah memberikan harapan. Setelah aku menaruh harap kenapa kamu menghilang? Kenapa kamu jahat sekali? Kenapa kamu tega? Jika tak menyukaiku kenapa memberi harap?
Kalau akhirnya pergi, buat apa menaruh rasa? Buat apa kembali? Kalau akhirnya pergi lagi?
Kini kamu hadir kembali. Iya kamu hadir setelah pergi. Kamu hadir melalui komentar statusku.
Merespon apa yang selalu kubuat, aku merasakan kembali rasa itu. Namun kamu sudah memberi peringatan. Jangan menaruh harap, itu katamu.
Aku bisa apa? Rasa ini sudah tertanam, tidak bisa kuhapuskan.
Aku merasa dipermainkan olehmu. Dan bodohnya aku menikmati permainan ini.
Sekarang, kamu sibuk skripsi. Sebisa mungkin aku memberikan semangat. Semoga Allah memberikan yang terbaik untukmu dan mempermudahkan langkahmu.
Cukup aku saja yang mengetahui rasaku terhadapmu. Tidak ada boleh yang tahu sebelum kamu mempunyai rasa yang sama kepadaku.
Biar ini kusimpan rapat. Bila tiba saatnya, kamu juga akan tahu, betapa besarnya rasa ini.
Aku akan selalu mencintaimu, tak perduli penghalang itu.
Komentar
Posting Komentar